Makalah
Analisis
Dampak Kerusakan Laut yang Disebabkan oleh Ulah Manusia terhadap Produktivitas
Ikan dan Pendapatan Nelayan di Karawang
Diajukan untuk
memenuhi tugas akhir mata pelajaran Bahasa Indonesia
Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2017-2018
Dibimbing oleh
Bapak H.Ucu Jamalludin Abdurohman, M.Pd
Ditulis
oleh :
1.
TIFANY
ANGGRAENI PUTRI SOLIHAT 151610264 XII MIPA 6
SEKOLAH MENENGAH
ATAS (SMA) 1 KARAWANG
KECAMATAN
KARAWANG BARAT
Jalan Jenderal
Ahmad Yani 22, Karawang 41312 Telepon (0267) 402335, Faximile (0267) 417539
KARAWANG 41312
TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
ABSTRAK
Manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dituntut untuk melakukan usaha semaksimal
mungkin. Berbagai profesi yang tersedia memberikan pilihan kepada manusia
akan usaha dalam bidang apa yang akan mereka curahkan guna memenuhi kebutuhan
hidup. Profesi yang dipilih bisa jadi didasarkan pada aspek kelimpahan sumber
daya yang ada di berbagai daerah. Maka tak heran profesi begitu beragam di
berbagai penjuru negeri.
Karawang
sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mayoritas penduduknya
berprofesi sebagai petani, selain tanahnya yang subur, ternyata potensi
sumberdaya kelautannya mendorong masyarakat di daerah pesisir untuk
berprofesi sebagai nelayan. Kebutuhan hidup meraka beserta keluarganya
digantungkan terhadap aktivitas melaut.
Hasil
tangkapan ikan nelayan tidak selalu meningkat, ada kalanya tetap atau bahkan
mengalami penurunan produktivitas ikan. Penurunan ini bisa terjadi akibat
cuaca yang buruk ataupun ulah manusia. Faktor cuaca memang sulit diatasi,
namun faktor lingkungan dapat diatasi dengan partisipasi masyarakat sekitar.
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan serta kurangnya kesadaran
masyarakat akan undang-undang kelautan menjadikan ekosistem perairan
terganggu dan rusak. Hal ini mengganggu kenyamanan makhluk hidup yang berada
di dalamnya. Ikan-ikan yang ada pun akan mengalami perkembangbiakkan yang
terhenti serta penurunan daya produktivitas.
Penurunan
daya produktivitas ikan akibat ulah manusia yang berdampak pada nelayan dapat
diatasi dengan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan serta
meningkatkankesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.
Makalah
ini membahas bagaimana ulah tangan manusia dapat penurunkan produksi ikan
laut para nelayan yang tentu berdampak pada pendapatan mereka, mengapa
pendapatan nelayan cenderung rendah serta usaha untuk meningkatkan
produktivitas ikan. Data-data yang telah ada di kaitkan satu sama lain
sehingga menghasilkan interpretasi si penulis terhadap masalah-masalah yang
ada.
|
ABSTRACT
Man
in fulfilling his life needs is required to do business as much as possible.
The various professions available give people the choice of business in what
areas they will devote to fulfilling their needs. The selected profession may
be based on the abundance of resources available in different regions. No
wonder the profession is so diverse in various parts of the country.
Karawang
as one of the districts in West Java that the majority of the population work
as farmers, in addition to fertile soil, it turns out the potential of marine
resources to encourage people in coastal areas to work as fishermen. The
needs of their life and their families are dependent on the activities of the
sea.
Fish
catches are not always increasing, there are times when fixed or even
decreased fish productivity. This decline can occur due to bad weather or
human activity. Weather factors are difficult to overcome, but environmental
factors can be overcome with the participation of surrounding communities.
The use of fishing gear that is not environmentally friendly and lack of
public awareness of marine laws make the aquatic ecosystems disrupted and
damaged. This disturbs the comforts of living beings in it. Existing fish
will experience stalled breeding and decreased productivity.
The
decline in the productivity of fish caused by human activities that affect
the fishermen can be overcome by the use of environmentally friendly fishing
gear and increase public awareness of the importance of maintaining the
environment.
This
paper discusses how human hand can decrease the production of fisherman
fishwhich of course have an impact on their income, why fisherman income tend
to be low and effort to increase fish productivity. The data that have been
linked to each other to produce interpretation of the author to the problems
that exist.
|
LEMBAR PENGESAHAAN
Makalah
Analisis
Dampak Kerusakan Laut yang Disebabkan oleh Ulah Manusia terhadap Produktivitas
Ikan dan Pendapatan Nelayan di Karawang
Penulis:
NO
|
NAMA
|
NIS
|
TANDA TANGAN
|
1.
|
Tifany Anggraeni Putri Solihat
|
151610264
|
Disetujui
:
Wakasek Kurikulum
Tanggal, .................
|
Guru Bahasa Indonesia
Tanggal, ..................
|
Widada, S.Pd H. Ucu Jamaludin
Abdurahman, M.Pd
NIP:
19650909 19890 1 1 002 NIP: 19650618 199802 1 001
Disahkan
:
Karawang,
...........................................
Kepala SMAN 1
KARAWANG
Drs. H. Dwi Setyono
Agus HS, M.Pd.
NIP 19600815 198412 1 003
Kata Pengantar
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Puji sykur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya kami diberi kemudahan
dalam penyusunan makalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Analisis Dampak Kerusakan Laut yang Disebabkan oleh Ulah Manusia
terhadap Produktivitas Ikan dan Pendapatan Nelayan di Karawang”. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini kami susun dengan
sepenuh hati dan pikiran, tetapi meskipun demikian, kami pun menghadapi
beberapa kendala baik yang datang dari luar maupun dari diri kami pribadi. Namun,
dengan penuh kesabaran dan ketekunan, juga disertai dukungan dari berbagai
pihak, akhirnya makalah ini terselesaikam secara tepat waktu.
Oleh karena itu, dengan
terselesaikannya makalah ini, kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini terutama kepada:
1. Bapak
Drs. Dwi Setyono Agus HS, M.Pd.selaku Kepala SMA Negeri 1 Karawang yang telah
menyetujui dan mengesahka makalah ini;
2. Bapak
Widada, M. Pd. Selaku Wakasek Kurikulum yang telah mengizinkan penggunaan
fasilitas sekolah terhadapa kebutuhan dalam penyusunan dan menyetujui hasil
penyelesaian pada makalah ini;
3. Bapak
H. Ucu Jamalludin Abdurohman, M.Pd yang telah membimbing dan menyetujui dalam upaya tercapainya
penyelesaian makalah ini;
4. Semua
pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir, yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Selain
itu, kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat masih jauh
dari sempurna. Mengingat atas kemampuan yang kami miliki, kami merasa masih
terdapat kekurangan baik daris segi teknik maupun materi, untuk itu kritik dan
saran dari berbagai pihak kami harapkan demi penyempurnaan makalah kami.
Harapan
kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat pada umumnya bagi pembaca dan
khususnya bagi diri kami pribadi.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Karawang, ....
November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN
............................................................................ iii
DAFTAR ISI
................................................................................................... iv
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang Masalah .................................................................. 1
1.2.Rumusan
Masalah ........................................................................... 4
1.3.Tujuan
Penelitian .............................................................................
4
1.4.Landasan
Teori ............................................................................... 4
1.5.Manfaat
Penelitian ...........................................................................
4
1.6.Sistematika
Penulisan ......................................................................
5
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
1.1.Ekosistem
Laut ............................................................................... 6
1.2.Kerusakan
Ekosistem Laut
............................................................. 13
1.3.Produktivitas
Ikan
........................................................................... 23
1.4.Metode
Penangkapan Ikan
.............................................................. 24
1.5.Pendapatan
Nelayan
BAB
III METODE PENELITIAN
3.1
Berita
Utama
.................................................................................. 30
3.2
Sebab
.............................................................................................. 36
3.3
Akibat
............................................................................................. 37
BAB
IV HASIL ANALISIS DATA
4.1 Cara
untuk menghentikan kerusakn pada laut yang disebabkan oleh ulah manusia
................................................................................. 38
4.2 Cara
untuk memaksimalkan produktivitas ikan di laut yang sudah tercemar lingkungan ..................................................................... 40
4.3 Dampak
kerusakan laut terhadap produktivitas ikan dan pendapatan nelayan .......................................................................................... 41
BAB
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 43
5.2 Saran
............................................................................................. 44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Gulma laut atau biasa disebut rumput laut
berada dalam ekosistem pantai pasir dangkal yang tergolong zona neritik.
Penambakan rumput laut merupakan salah satu budidaya yang berpotensial untuk
dikembangkan di daerah pesisir Karawang. Terdapat 16 ribu hektar potensi lahan
rumput laut dan baru tergarap 2500 hektar yang digunakan untuk penambakan. Para
petani tambak masih memiliki peluang besar untuk memperluas daerah tambakannya,
upaya ini dapat membantu kenaikan UMK (upah minimum kabupaten) masyarakat
setempat yang terbilang masih dibawah rata-rata. Bahkan hasil penjualannya
dapat menembus UMK Karawang yang bernilai 3,6 juta perbulan. Rumput laut jenis
tertentu dapat dibudidayakan secara tumpang sari dengan bandeng serta udang
yang merupakan potensi pembudidayaan ikan terbesar di Karawang. Hal ini
menguntungkan bagi para nelayan Karawang karena jumlah produksi mereka
meningkat akibat dibudidayakannya rumput laut. Sebanyak 7.200 warga Karawang
berprofesi sebagai nelayan. Jika dihitung, sekitar 1,4% penduduk Karawang menggantungkan
hidupnya dengan menangkap ikan di laut. Masyarakat yang tinggal di daerah
dataran rendah dan pantai, umumnya berprofesi sebagai nelayan. Pesona alam yang
terdapat di bawah laut Karawang juga tak kalah berpotensi menarik perhatian
para pengunjung. Hutan mangrove salah satunya, yang dapat dikembangkan sebagai
bahan makanan dan objek wisata.
Karawang sebagai kabupaten dengan nilai UMK
tertinggi di Jawa Barat memiliki potensi produksi perikanan laut sebesar 46
ribu ton pertahunnya. Untuk komoditas ikan bandeng di Karawang, dalam sehari
nelayan mendapatkan rata-rata 25 kilogram ikan yang dijual dengan harga 25 ribu
per kilogram. Pendapatan nelayan karawang untuk komoditas bandeng dalam sehari
mencapai 625 ribu dan untuk komoditas udang mencapai 800 ribu perorang. Jika
setiap nelayan menangkap kedua komoditas itu, diperkirakan pendapatan mereka
dalam sekali melaut mencapai 1,4 juta dengan catatan kondisi laut yang sedang
baik. Daya produktivitas ikan yang menurun memberikan pengaruh besar bagi para nelayan.
Jumlah ikan yang terjaring mengalami penurunan, akibatnya penghasilan mereka
pun menjadi berkurang. Mau tidak mau mereka akan menjual ikan dengan harga yang
sedikit lebih tinggi agar perekonomian mereka tetap stabil. Namun jika terus
menerus mengalami penurunan daya produktivitas, akan banyak konsumen yang
mengeluh terhadap naiknya harga ikan di pasar. Hal ini menyebabkan para nelayan
dihadapkan dengan dua pilihan yakni mencari pekerjaan baru yang lebih
berpenghasilan besar, atau tetap melaut dengan penghasilan yang berkurang.
Kebutuhan protein sangat diperlukan bagi konsumen sementara sumber protein itu
sendiri susah didapatkan secara lokal. Pemerintah pun akhirnya mengimpor ikan
luar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini semakin mengacam
keberadaan nelayan di indonesia, bukan hanya di Karawang saja. Ikan impor jelas
lebih murah harganya dibanding ikan lokal, namun ikan lokal jauh lebih segar
dan higienis daripada ikan impor.
Manusia, hewan tumbuhan merupakan satu mata
rantai yang saling berhubungan. Jika salah satu rantainya terputus maka sistem
rantai ini akan mengacaukan kehidupan. Aktivitas yang sering dilakukan manusia
secara tidak langsung mengganggu salah satu mata rantai tersebut. Polutan dari
kendaraan bermotor serta pabrik-pabrik yang tidak memiliki AMDAL akan
mempengaruhi keadaan atmosfer bumi yang berakibat kenaikan kadar asam pada air
hujan. Jika ini terjadi, maka ekosistem dan biota lautnya akan terganggu, hal
ini menyebabkan tidak meratanya distribusi ikan di laut karena telah mengalami
pergeseran. Selain itu, ulah tangan manusia lainnya yang dapat menyebabkan
produktivitas ikan menurun adalah dengan membuang sampah sembarangan di tepi
pantai. Ini biasanya terjadi pada objek wisata pinggir pantai yang
pengolahannya kurang baik terhadap sampah-sampah sekitar dan kesadaran
masyarakat yang kurang. Tanpa disadari hal ini akan membuat ekosistem laut
terganggu, akibatnya penghuni laut pun seperti ikan dan terumbu karang tidak
nyaman dengan kondisi lingkungan mereka yang seperti itu. Penangkapan ikan yang
menggunakan bahan peledak, bahan beracun, serta alat tangkap traw tidak baik
bagi kehidupan bawah laut karena dinilai dapat menghentikan peranak pinakan
hewan dan tumbuhan laut untuk penangkapan kedepannya. Dalam hal ini manusia perlu
memilah-milah lagi kegiatan mana yang memberikan dampak besar bagi kehidupan
lingkungan mereka. Selama ini yang kita tahu bahwa iklim dan cuaca mempengaruhi
hasil tangkapan ikan nelayan. Namun, bukan karena faktor alam saja yang membuat
produktivitas tangkapan ikan nelayan berkurang, ulah tangan serta kecerobohan
manusia sendiri dapat menimbulkan kerusakan laut yang berdampak pada habitat
perikanan dan terumbu karang. Karawang sebagai kota industri memiliki peluang
pencemaran lingkungan yang lebih besar daripada kota-kota lainnya, sehingga
perhatian kita selaku warga Karawang perlu diarahkan pada kekayaan laut yang belum diolah secara
optimal serta berpotensial besar membangun Karawang menjadi kota yang lebih
maju.
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan mengkaji
terhadap kasus dampak kerusakan laut yang disebabkan oleh ulah manusia terhadap
produktivitas ikan dan pendapatan nelayan di Karawang. Digunakan sebagai
pembatasan masalah dalam penelitian pada makalah ini.
1.2
Rumusan
Masalah
Secara
umum, rumusan masalah dari latar belakang di atas dapat dirumuskan seperti
pertanyaan berikut:
a.
Bagaimana cara untuk menghentikan
kerusakan pada laut yang disebabkan oleh ulah manusia?
b.
Bagaimana cara untuk
memaksimalkan produktivitas ikan di laut yang sudah tercemar lingkungan?
c.
Bagaimana dampak kerusakan laut
terhadap produktivitas ikan dan pendapatan nelayan?
1.3
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
cara menghentikan kerusakan laut yang disebabkan oleh ulah manusia.
2.
Mengetahui
cara untuk memaksimalkan produktivitas ikan di laut yang sudah tercemar
lingkungan.
3.
Menganalisis
dampak kerusakan laut terhadap produktivitas ikan dan pendapatan nelayan
1.4
Landasan
Teori
1.
Ekosistem
laut
2.
Kerusakan
ekosistem laut
3.
Produktivitas
ikan
4.
Metode
penangkapan ikan yang ramah lingkungan
5.
Pendapatan
nelayan
1.5
Manfaat
Penulisan
karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Agar masyarakat mengetahui mengenai aktivitas
manusia yang dapat merusak ekosistem laut serta cara mengurangi kerusakannya.
2. Agar masyarakat mengetahui cara untuk
memaksimalkan produktivitas ikan di laut yang sudah tercemar lingkungan serta
dampaknya bagi nelayan sekitar.
3. Menambah wawasan si penulis mengenai
aktivitas manusia yang merugikan nelayan serta cara memaksimalkan produktivitas
ikan.
1.6
Hipotesis
Menurut dugaan penulis bahwa jika nelayan sering menggunakan pukat
harimau maupun dengan bom ikan lambat laut akan mengakibatkan kerusakan alam
dengan sangat parah. Hanya saja akibat terkecilnya yaitu dengan berkurangnya
ikan kecil yang akan tumbuh menjadi ikan yang akan diambil kembali oleh para
nelayan.
Kemudian hipotesis yang kedua yaitu dengan
pemakaian pukat harimau yaitu merusaknya terumbu karang yang merupakan tempat
yang disukai oleh ikan-ikan kecil. Terumbu karang yang rusak menjadikan ikan
tidak mempunyai tempat tinggal yang nyaman.
Ketiga yaitu pendapatan yang dihasilkan
nelayan dalam hari ke hari akan mengalami penurunan yang signifikan yaitu
dengan adanya racun yang masih berada di laut. Menjadikan kita para penerus
generasi muda mendapatkan dampaknya yaitu, bisa saja kejadian terburuk yaitu
anak cucu kita tidak bisa merasakan grihnya ikan hasil laut kemudian di bakar
ataupun di goreng. Anak cucu kita mungkin tidak akan mendapatkan protein yang
cukup banyak dari ikan-ikan segar yang berada di lautan.
1.7
Sistematika
Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ekosistem
Laut
Ekosistem laut adalah ekosistem akuatik yang
didominasi oleh nilai konsentrasi garam yang tinggi di permukaan yang sangat
luas.
Ekosistem laut atau disebut juga ekosistem
bahari merupakan ekosistem yang terdapat di perairan laut, terdiri atas
ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal/bitarol, dan ekosistem
pasang surut.
Ciri-ciri ekosistem laut diantaranya:
·
Memiliki
salinitas tinggi, semakin mendekati khatulistiwa semakin tinggi.
·
NaCl
mendominasi mineral ekosistem laut hingga mencapai 75%.
·
Iklim
dan cuaca tidak terlalu berpengaruh pada ekosistem laut.
·
Memiliki
variasi perbedaan suhu di permukaan dengan di kedalaman[1]
2.1.1
Bagian-Bagian
Ekosistem Laut
Bagian- bagian ekosistem air laut dibagi
menjadi beberapa bagian. Diantaranya yaitu ditinjau dari jarak pantai dan
kedalaman, intensitas cahaya yang masuk dan wilayah permukaan secara
vertikal.
1. Bagian- Bagian
Ekosistem Air Laut Berdasarkan Jarak Pantai Dan Kedalaman.
Dalam
suatu tatanan ekosistem laut apabila dilihat dari jarak pantai dan
kedalamannya. Maka ekosistem
laut terbagi menjadi 3 zona yaitu:
-
Zona
Litoral
Zona liroral disebut juga dengan zona pasang
surut. Yaitu zona yang paling dangkal dari lautan.Zona ini berbatasan langsung
dengan daratan. Ciri-ciri zona litoral adalah berbatasan langsung dengan
daratan.
Ketika air laut mengalami pasang maka zona
litoral akan terendam oleh air laur karena sangking dangkalnya. Namun apabila
air surut maka akan terlihat seperti daratan.Pada zona ini akan ditemukan
banyak sekolompok hewan diantaranya udang, bulu babi, kepiting, cacing laut dan
beberapa invertebrata lainnya.
-
Zona
Neritik
Zona selanjutnya adalah neritik. Yakni zona
yang dikenal dengan ekosistem pantai pasir dangkal. Zona neritik adalah daerah
bagian laut yang memiliki tingkat kedalaman sekitar 200 meter.
Pada zona ini cahaya matahri masih bisa
menembus bagian dasar permukaan laut. Di zona ini juga banyak jenis tumbuhan
seperti ganggang dan rumput laut tumbuh. Selain itu berbagai jenis ikan kecil
banyak ditemukan.
Hal yang cukup unik ialah pada zona ini
ditemukan banyak jenis terumbu karang, ekosistem pantai batu dan ekosistem
pantai lumpur. Sehingga zona ini sering juga disebut dengan zona ekosistem
pantai pasir dangkal.
-
Zona
Oseanik
Zona osenik adalah zona terdalam dari
ekosistem air laut. Zona ini dikenal dengan wilayah ekosistem laut lepas
sehingga kedalamannya sangat dalam. Sangking dalamanya zona ini tak bisa
ditembus oleh cahaya matahari dan terlihat gelap.
Zona oseanik terbagi menjadi dua macam yaitu
zona batial dan zona abisal. Zona batial adalah zona dengan kedalaman air 200
hingga 2000 meter. Sedangkan zona abisal adalah zona yang mempunyai keadaan
yang remang-remang bahkan cahaya matahari tak mampu menembus dan jika pun masuk
hanya sedikit sekali.
Khusus untuk zona batial kita tidak bisa
menemukan produsen sebab di zona ini hanya dihuni oleh nekton yaitu organisme
yang hanya aktif berenang. Dan untuk zona abisal kedalamannya bisa mencapai
lebih dari 2000 meter.
Dan pada zona abisal dihuni oleh jenis hewan
binatang- binatang predator, detrivitor atau pemakan sisa organisme, dan juga
pengurai.
Di zona ini ada kejadian yang cukup unik
yaitu air di zona oseanik tidak akan bercampur dengan air permukaan laut.
Pasalnya air di kedua wilayah ini memiliki pernedaan suhu. Batas dari dua
wilayah ini dikenal dengan daerah termoklin.
2. Bagian- Bagian Ekosistem Air Laut Berdasarkan Intensitas
Cahaya Yang Masuk
Apabila
ekosistem air laut ditinjau dari
intensitas cahaya matahari yang dapat masuk ke permukaan dan dasar laut. Maka
ekosistem air laut dibagi menjadi 3 zona. Diantaranya yaitu:
o
Zona
Fotik
Zona fotik adalah daerah ekosistem air laut
yang mampu ditembus oleh matahari dan mempunyai kedalaman air laut kurang dari
200 meter. Pada zona ini ditemukan banyak organisme yang berklorofil.
o
Zona
Twilight
Zona twilight adalah zona dimana jangkaun
matahari bisa tembus masuk ke dalam air laut antara 200 hingga 2000 meter.
Cahaya matahari yang dapat tembus hanyalah sedikit oleh karena di daerah ini
cahayanya bersifat remang-remang.
o
Zona
Afotik
Zona afotik, merupakan zona yang tidak dapat
ditembus cahaya matahari sama sekali, yakni di kedalam lebih dari 2000 meter.
Di zona hanay jenis hewan tertentu saja yang mampu hidup. Banyak bangkai hewan
bertebaran di zona ini sehingga bakteri dapat mengurainya.
3. Bagian- Bagian
Ekosistem Air Laut Berdasarkan Wilayah Permukaan Secara
Vertikal
Bagian-
bagian ekosistem air laut berdasarkan wilayah permukaan secara vertikal dibagi
menjadi 5 bagian. Diantaranya yaitu:
o
Epipelagik
Daerah yang berada di antra permukaan hingga
kedalaman sekitar 200 meter.
o Mesopelagik
Daerah dengan kedalaman antara 200 hingga 1000
meter.
o
Batiopelagik
Daerah jerang benua yang mempunyai kedalaman
200 hingga 2500 meter.
o
Abisalpelagik
Daerah yag mempunyai kedalaman 4000 meter.
o
Hadal
pelagik
Daerah laut yang paling dalam dimana
kedalaman lebih dari 6000 meter.
2.1.2
Macam-Macam Ekosistem Laut
Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah
umumnya mempunyai tekanan osmosis (baca: erpindahan molekul air melalui selaput
semipermiabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat)
sel yang nyaris sama dengan tekanan osmosis air laut. Sedangkan untuk hewan dan
tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah paa umumnya
akan beradaptasi dengan cara banyak minum air, sedikit berekresi, dan
mengeluarkan air.
1.
Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai merupakan ekosistem laut
yang letaknya berbatasan dengan ekosistem darat dan daerah pasang surut.
Kondisi ekosistem pantai sangat dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut air
laut. Adapun organisme yang hidup di ekosistem pantai biasanya memiliki
adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat pada substrat (baca: molekul
organik yang telah berada dalam kondisi siap/segera bereaksi, karena telah
mengandung promoter) keras untuk menjaga dirinya dari hempasan ombak yang
kencang. Jenis organisme yang hidup di daerah pantai dipengaruhi oleh sirkulasi
air.
Daerah paling atas pantai hanya hanya
terendam saat pasang naik tinggi, biasanya dihuni oleh ganggang, moluska, dan
remis yang jadi makanan bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai
terendam pada saat pasang tinggi dan pasang rendah, biasanya dihuni oleh
ganggang, porifera, remis dan kerang, anemon laut, siput herbivor dan karnivor,
landak laut, bintang laut, kepiting, dan ikanikan kecil. Daerah pantai terdalam
terendam pada saat air pasang dan surut, dihuni oleh beragam invertebrata,
ikan, serta rumput laut.
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain :
o
Penyedia
nutrien bagi biota perairan.
o
Tempat
berkembangbiaknya berbagai macam ikan.
o
Penahan
abrasiPenyerap limbah.
o
Pencegah
intrusi air laut.
o
Penahan
amukan angin topan dan gelombang yang besar.[2]
2.
Ekosistem Estuari (Muara)
Ekosistem
estuari (muara) adalah ekosistem tempat bersatunya air sungai dan air laut.
Ekosistem ini sering dipagari lempengan lumpur intertidal dan rawa garam.
Salinitas air dalam ekosistem ini berubah bertahap mulai dari daerah tawar ke asing. Salinitas juga
dipengaruhi siklus harian pasang surut. Adapun nutrien dari sungai telah
memperkaya daerah estuari dan membuat berbagai komonitas tumbuhan seperti
rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton dan hidup dan tumbuh subur. Beberapa
hewan seperti cacing, kepiting, kerang, dan ikan juga menjadikan ekosistem
estuari ini menjadi tempat kawin dan mencari makan.
Fungsi Ekologis Estuaria yaitu:
o
Sebagai
sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut
(tidal circulation)
o
Penyedia
habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai
tempat berlindung dan tempat mencari makan .
o
Sebagai
tempat untuk bereproduksi dan atau tempat tumbuh besar (nursery ground)
terutama bagi sejumlah spesies udang dan ikan.[3]
3.
Ekosistem Terumbu Karang
Di
laut tropis, daerah neritik yang perairannya masih dapat ditembus matahari
sering ditumbuhi suatu komunitas khusus berupa karang batu dan
organisme-organisme tertentu. Komunitas ini adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang
didominasi pertumbuhan karang (koral) kelompok Cnidaria. Hewan-hewan yang ada
di ekosistem terumbu karang memakan mahluk hidup mikroskopis dan sisa bahan
organik lainnya. Berbagai invertebrata, mikroorganisme, serta ikan-ikan kecil
hidup dan bereproduksi di dalamnya.
2.1.3 Manfaat
Ekosistem Air Laut
Ekosistem
laut merupakan ekosistem yang banyak memberikan manfaat bagai kehidupan
manusia. beberapa manfaat dari
ekosistem air laut antara lain:
-
Bermanfaat
Sebagai sumber makanan bagi manusia, baik hewani muapun nabati
-
Bermanfaat
Sebagai pengontrol iklim di dunia
-
Bermanfaat
Sebagai pembengkit listrik tenaga angin, tenaga ombak, dan tenaga pasang surut
-
Bermanfaat
sebagai tempat rekreasi dan hiburan
-
Bermanfaat
sebagai tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laut, dan lainsebagainya.
-
Bermanfaat
sebagai tempat barang tambang berada
-
Bermanfaat
sebagai tempat penelitian dan juga riset
-
Bermanfaat
sebagai sumber air minum
-
Bermanfaat
sebagai tempat jalur taransportasi.
-
Bermanfaat
sebagai tempat mata pencaharian penduduk lokal.[4]
2.2 Kerusakan
Ekosistem Laut
Kerusakan
ekosistem laut merupakan rusaknya atau tidak utuhnya
keanekaragaman habitat di laut. Terdapat 5 faktor lingkungan yang menjadi latar
belakang dalam fenomena kerusakan ekosistem laut yaitu :
1)
Berkurangnya fungsi ari hutan
mangrove atau bakau yang ada di pesisir pantai.
2)
Laju abrasi yang terlihat
meningkat tinggi.
3)
Kerusakan terhadap terumbu karang
di laut.
4)
Penambangan pasir pantai yang
dilakukan manusia untuk di jadikan sebagai bahan bangunan.
5)
Pembuangan berbagai macam limbah
yang dibuang ke laut.
Beberapa faktor lingkungan diatas disebabkan
oleh ulah manusia seperti kerusakan terumbu karang dan pembuangan limbah secara
sembarang dilaut. Selain dari kelima faktor lingkungan diatas, penangkapan ikan
dengan menggunakan bom, racun, ataupun alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan
seperti
pukat harimau juga menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut.
1.
Kerusakan ekosistem terumbu karang
Ada
berbagai macam penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang karena aktivitas
manusia, diantaranya :
o
Kegiatan Penambangan
Batu karang yang
digunakan sebagai bahan bangunan, pembangunan jalan dan berbagai aksesoris
untuk mempercantik akuarium dengan
cara menambangnya menjadi salah satu penyebab rusaknya ekosistem terumbu
karang. Kegiatan penambangan terumbu karang untuk menghasilkan keuntungan
secara ekonomi sangat tidak dibenarkan.
o
Penangkapan
Ikan dengan Cara Ilegal
Penangkapan ikan dengan bahan peledak, bahan beracun, serta berbagai
macam alat tangkap yang dapat merusak dan membahayakan koloni terumbu karang.
Banyaknya nelayan yang masih menggunakan cara ilegal untuk mendapatkan banyak
ikan dari laut menjadi alasan kuat rusaknya jenis-jenis terumbu karang yang
ada.
o
Pencemaran
Limbah
Adanya pencemaran perairan oleh berbagai limbah yang menyebar di laut
dapat merusak kelangsungan hidup terumbu karang. Limbah-limbah industri yang
tidak diolah terlebih dahulu dan langsung dibuang ke saluran pembuangan sangat
merusak ekosistem perairan. Limbah ini meliputi limbah industri, pertanian,
rumah tangga yang terjadi di darat maupun laut.
o
Adanya
Proses Pengendapan
Sedimentasi atau pengendapan terjadi karena berbagai macam aktivitas
manusia berupa penambangan, konstruksi sepanjang pantai, penebangan hutan
tropis, atau pertanian. Aktivitas tersebut mengakibatkan erosi tanah yang
terbawa sampai laut. Akibatnya tingkat kekeruhan air semakin tinggi dan
mengancam kehidupan terumbu karang yang ada karena kualitas air yang kotor dan
keruh.
o
Pembukaan
Daerah Wisata
Bawah laut yang menghadirkan nuansa keindahan
akan menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Ada akses wisata
bawah laut memang menguntungkan secara ekonomis, namun tidak jarang dapat
mengancam kelangsungan hidup biota laut yang ada di dalamnya. Pelestarian biota
laut harus diatur ketat dengan adanya sanksi bagi wisatawan maupun penduduk lokal
yang membuang sampah secara sembarangan perlu diterapkan agar ekosistem darat
dan laut, terutama terumbu karang tetap terjaga. Peraturan terkait sampah pun
harus diberlakukan pada kawasan ekosistem danau, ekosistem rawa serta ekosistem
yang ada di daratan.
o
Eksploitasi
Ikan
Para nelayan seringkali tanpa sadar terlalu banyak mengambil ikan yang
ada di laut. Eksploitasi berlebihan ini dapat membuat ikan-ikan yang biasanya
hidup di sekitar terumbu karang semakin berkurang. Padahal terumbu karang
membutuhkan ikan-ikan tersebut. Harus ada kesadaran dan batas untuk mengambil
sumber daya ikan yang ada di laut.
o
Kerusakan
Akibat Jangkar
Tidak jarang kerusakan terumbu karang ini
karena ketidaktahuan nelayan saat melepaskan jangkar kapal ke bawah laut.
Jangkar kapal yang begitu berat dan kuat serta dilepaskan dengan cara langsung
dapat menghancurkan terumbu karang yang ada di bawah laut. Perlu adanya
pemberitahuan atau larangan untuk menepikan kapal di beberapa tempat yang
memiliki terumbu karang.
o
Penebangan
Hutan
Penebangan Hutan Mangrove yang ada di sekitar lepas pantai membuat
proses sedimentasi semakin tinggi. Hutan mangrove yang seharusnya menjadi
filter air dan mencegah terjadinya abrasi pantai akhirnya akan merusak
ekosistem terumbu karang yang ada. Hutan mangrove yang kayunya ditebang untuk
keperluan kayu bakar sangat tidak dianjurkan.
o
Pencemaran
Akibat Sampah
Sampah menjadi hal yang paling merusak suatu ekosistem, baik itu
ekosistem darat dan laut, ekosistem rawa, maupun ekosistem danau. Sampah
menjadi hal yang paling mengganggu sebuah ekosistem. Begitupan saat banyaknya
sampah plastik yang bertebaran di laut dapat menghalangi cahaya matahari yang
dibutuhkan oleh terumbu karang yang di dalamnya hidup para polip.
o
Pembangunan
Daerah Pesisir
Pembangunan besar-besaran untuk dijadikan resort, hotel, industri,
pelabuhan dan pembangunan lainnya yang berada di pesisir pantai biasanya
disertai dengan proses reklamasi daratan dan pengerukan tanah sehingga
menghalangi cahaya matahari yang dibutuhkan terumbu karang untuk tetap hidup.
Akibatnya binatang-binatang yang hidup di karang atau polip akan mati karena
kekurangan cahaya matahari.
o
Terjadinya
Erosi
Pembangunan hotel yang tidak direncanakan dengan baik dapat membuat
kondisi pesisir pantai semakin rusak karena terjadi erosi. Pembangunan hotel di
daerah pesisir hendaknya tidak mengesampingkan faktor lingkungan yang ada.
o
Dominasi
Alga Dalam Terumbu Karang
Banyaknya alga yang hidup di terumbu karang bukanlah indikasi yang baik.
Alga yang tumbuh karena banyaknya pencemaran yang terjadi membuat keadaan
terumbu karang lambat laun akan mati. Apalagi jika ikan pemangsa alga yang
ditangkap berlebihan, maka bisa dipastikan alga akan semakin bertumbuh pesat
karena ikan pemakan alga semakin berkurang. Ciri-ciri alga yang dapat merugikan
kelangsungan hidup terumbu karang dapat terlihat bentuk fisiknya.
o
Pengambilan
Karang Secara Ilegal
Kehadiran wisatawan dapat mendatangkan keuntungan sekaligus kerugian
secara bersamaan. Adanya wisatawan tentu mendatangkan keuntungan karena ada
nilai ekonomis yang terjadi. Namun, menimbulkan kerugian jika para wisatawan
ini dengan sengaja mengambil terumbu karang yang ada di bawah laut untuk
aksesoris ataupun lainnya. Harus ada peraturan tegas agar hal ini tidak
terjadi.
o
Kerusakan
Karang Karena Sianida
Racun sianida yang masih digunakan oleh nelayan dalam mencari ikan dapat
membahayakan terumbu karang. Racun sianida yang tersebar di perairan akan
menempel pada terumbu karang dan semakin lama membuat binatang-binatang yang
hidup dalam terumbu karang mati. Para polip yang mati secara otomatis akan
membuat karang memutih.
o
Penggunaan
Pestisida
Penggunaan pestisida pada lahan pertanian dan sistem pertanian yang
buruk dapat membuat pestisida mengalir sampai laut. Pestisida dapat
membahayakan berbagai organisme yang hidup di terumbu karang.
Pelestarian ekosistem lautan seperti terumbu
karang dapat dilakukan dengan cara budidaya terumbu karang. Budidaya terumbu
karang harus dilakukan oleh seluruh masyarakat pesisir pantai, salah satunya
dengan cara transplantasi terumbu karang . Perlu adanya kesadaran yang
diperlukan oleh masyakat tentang pentingnya menjaga terumbu karang. Terumbu
karang merupakan keseimbangan ekosistem yang harus selalu dilestarikan.
Cara melestarikan laut Indonesia dapat
ditempuh dengan berbagai hal. Salah satunya dengan cara melestarikan terumbu
karang sebagai tempat hidup hewan vertebrata dan invertebrata yang ada di
lautan. Berbagai jenis ikan seperti ikan pari, ikan kakap, ikan tuna dan ikan
lainnya membutuhkan terumbu karang sebagai tempat tinggal agar mereka tetap
hidup dan mempertahankan hidupnya.
Secara ekologi, terumbu karang memiliki
manfaat antara lain :
o
Penunjang
Kehidupan
Sebagai sebuah ekosistem, secara langsung terumbu karang menjadi
penunjang kehidupan berbagai jenis makhluk hidup yang ada di sekitarnya.
Terumbu karang menyediakan tempat tinggal, mencari makan, dan berkembang biak
bagi berbagai biota laut. Rusaknya terumbu karang akan berpengaruh langsung
bagi kelangsungan hidup dan kelestarian berbagai hewan dan tumbuhan di laut.
o
Sumber
Keanekaragaman Hayati yang Tinggi
Terumbu karang menjadi ekosistem dengan biodiversitas (keanekaragaman
hayati) yang tertinggi dibanding ekosistem laut lainnya. Dengan tingkat
biodiversitas yang tinggi maka terumbu karang menjadi sumber keanekaragaman
genetik dan spesies. Keanekaragaman genetik menjadikan ditemukannya keberagaman
variasi maskhluk hidup yang memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi. Sedang
keanekaragaman spesies berarti akan semakin banyak jenis biota yang dapat
dimanfaatkan.
o
Pelindung
Pantai dan Pesisir
Terumbu karang, padang lamun, dan hutan bakau merupakan ekosistem yang
saling terkait dalam melindungi pantai dan daerah pesisir. Terumbu karang mampu
memperkecil energi ombak yang menuju ke daratan. Energi ini kemudian diperkecil
lagi dengan adanya padang lamun dan hutan bakau ( mangrove). Sehingga ombak
tidak merusak pantai atau menyebabkan abrasi pantai. Dan ekosistem di pantai
pun dapat terlindungi.
o
Mengurangi
Pemanasan Global
Gas CO2, selain diserap oleh hutan, juga diserap oleh air laut. Malalui
reaksi kimia dan batuan karang, CO2 akan diubah menjadi zat kapur yang bahan
baku terumbu. Dalam proses yang disebut sebagai kalsifikasi ini, karang dibantu
oleh zooxanthellae, tumbuhan bersel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang.
2.
Kerusakan ekosistem esturi
Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber
kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
o
Semakin
meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat
meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Laju sedimentasi di wilayah
pesisir yang melalui aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator
kecepatan proses kerusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat
menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi masuk
perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh
biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut,
terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi
penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau
berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di
muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti
terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya
delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di
muara sungai
o
Pola
pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung
produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan,
sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan
menurunnya produktifitasnya
o
Meningkatnya
pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman,
pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan
memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang
ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat
UNEP.
o
Kegiatan-kegiatan kontruksi yang
berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran irigasi, drainase
dan penebangan hutan akan
mengganggu pola aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek
kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi
irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria
danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini
akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem perairan pantai itu
sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut sehingga
berakibat intrusi air laut pada air tanah.[5]
3. Kerusakan
ekosistem pantai
Ada
banyak hal yang menjadi penyebab
terjadinya pencemaran pantai. Penyebab- penyebab tersebut bisa dikarenakan
faktor alam dan juga faktor aktivitas manusia. Di bawah ini adalah beberapa
penyebab pencemaran pantai dan pesisir yang terjadi di Indonesia.
a.
Abrasi Pantai
Abrasi yang disebut juga dengan erosi
pantai, adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan garis pantai yang
lama. Abrasi ini disebabkan oleh faktor alam seperti tiupan angin di atas laut
yang menghasilkan gelombang dan juga arus laut yang kuat. Gelombang laut yang
besar dan terjadi sacara terus- menerus dapat mempercepat proses abrasi. Selain
mengurangi jarak laut dengan daratan sehingga lahan penduduk pesisir menjadi
sempit, abrasi juga menggusur tempat berkumpulnya ikan perairan pantai sehingga
menyulitkan nelayan untuk mencari ikan di tepi laut.
b.
Penebangan hutan
mangrove
Masyarakat pesisir pantai menebang
hutan mangrove untuk dijadikan pertambakan. Selain itu, kayu- kayu dari pohon
mangrove juga dijual dan dijadikan pondasi bangunan. Kegiatan tersebut sangat
mengganggu regenerasi dan menghambat proses suksesi hutan mangrove. Hal ini
menyebabkan terjadi abrasi, dan hilangnya beberapa ekosistem pulau.
c.
Pencemaran sampah
anorganik
Daerah dengan pencemaran tingkat
tinggi merupakan daerah pesisir padat penduduk. Salah satu sumber pencemaran
ekosistem pesisir tersebut adalah pencemaran limbah kegiatan rumah tangga,
terutama sampah anorganik seperti botol plastik dan kaleng yang sangat sulit
terurai. Misalnya, untuk mengurai satu botol plastik dibutuhkan waktu sekitar
450 tahun. Hal tersebut tentu membuat kelestarian ekosistem pantai semakin
terancam.
d.
Eksploitasi
sumber daya alam yang berlebihan (over exploitation)
Bentuk eksploitasi pantai
diantaranya adalah penambangan pasir, penambangan terumbu karang dan eksploitasi
ikan berlebihan. Banyak nelayan yang menggunakan alat penangkap ikan yang tidak
ramah lingkungan demi mendapatkan hasil tangkapan ikan yang melimpah. Hal tersebut tentu merusak habitat
terumbu karang. Kelangkaan terumbu karang dan berkurangnya pasir laut
menyebabkan bertambahnya kedalaman perairan dangkal sehingga gelombang laut
tidak bisa diredam dan sampai ke pantai dengan energi yang cukup besar.
e.
Reklamasi pantai
sembarangan
Peninggian muka air laut yang tidak direncanakan dengan baik
dapat menyebabkan daerah pantai di sekitar reklamasi menjadi rawan tenggelam.
Selain itu, air laut bisa naik ke daratan sehingga air darat tercemari dan
menjadi asin. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat pesisir, terutama
bagi mereka yang bercocok tanam.
2.3 Produktivitas
Ikan
Produktivitas
merupakan kemampuan populasi ikan menghasilkan ikan, memberikan nilai ekonomi
dan keuntungan-keuntungan sosial bagi masyarakat. Produktivitas ikan dibagi menjadi tiga, diantaranya:
a. Produktivitas Biologi.
Perhatian utama dari pengelolaan perikanan
tangkap adalah jumlah ikan yang dibunuh oleh kegiatan penangkapan meskipun
pengelolaan saat ini diharuskan untuk lebih memperhatikan kerusakan habitat
ikan akibat aktivitas penangkapan. Inilah yang dimaksud produktivitas biologi,
memperhatikan mortalitas ikan untuk mencegah terjadinya overfishing.
b. Produktivitas Ekonomi
Produktivitas ekonomi berhubungan dengan
efisiensi perikanan (penerimaan dibandingkan dengan biaya). Penerimaan maksimal
menunjukkan bahwa efisiensi perikanan tinggi. Produktivitas ekonomi selalu
berhubungan dengan kontribusi keuntungan-keuntungan ekonomi terhadap individu
dan masyarakat. Produktivitas ekonomi selalu diukur oleh pengembalian investasi
yang dibuat oleh bisnis perikanan. Untuk bisnis individu efisiensi adalah
sesuatu dari mengkobinasikan seluruh bagian-bagian dari usaha perikanan
(perahu, alat tangkap, dsb) yang bisa menghasilkan keuntungan
setinggi-tingginya. Untuk perikanan secara luas, efisiensi adalah masalah yang
lebih luas dimana keuntungan-keuntungan masyarakat umum adalah yang penting.
Keuntungan umum termasuk pekerjaan, kesejahteraan, pemasukan pajak, dan
aktivitas-aktivitas ekonomiyang diciptakan oleh sektor perikanan tangkap.
Ingatlah bahwa bisnis ini menggeneralisasikan keuntungan kepada publik, juga
tidak membuat nilai tetapi mencipatakan biaya. Nilai dibatalkan jika ikan
terbuang, dan ketika musim paceklik. Pentingnya keuntyungan publik dan biaya
berubah-ubah tiap waktu, ini bergantung pada pasar, kecendrungan publik, pendekatan
publik, pendekatan manajemen dan kondisi ekologi, serta produktivita ekonomi.
c. Produktivitas Sosial
Produktivitas sosial berhubungan dengan hal-hal obyektif seperti meraih
keadilan dalam distribusi pendapatan dan keragaman dari usaha perikanan,
keberlanjutan komunitas pesisirnya, dan penyaluran pengetahuan mengenai
kegiatan penangkapannya.
Produktivitas sosial digunakan pada perancangan sistem managemen
desentralisasi regional serta untuk mendukung kualitas kehidupan( kesehatan
fisik dan mental, ketiadaan penyakit sosial, apresiasi estetika, dan rekreasi).
Produktivitas sosial didasarkan pada produktivitas biologis dan ekonomi.
Produktivitas sosial yang berkurang bisa diukur pada kondisi kemiskinan dan
menunjukkan tanda-tanda permasalahan sosial[6].
2.4 Metode
Penangkapan Ikan
Metode penangkapan ikan adalah metode yang digunakan
untuk menangkap ikan yang terdiri dari tangkap tangan, tombak, jaring, rawai,
dan jebakan ikan. Istilah ini tidak hanya ditujukan untuk ikan, namun juga
untuk penangkapan hewan air lainnya seperti mollusca, cephalopoda, dan
invertebrata lainnya yang bisa dimakan.
Terdapat hubungan antara efektivitas berbagai
metode penangkapan ikan dengan pengetahuan mengenai ikan dan perilakunya,
seperti migrasi ikan, bagaimana ikan mencari makan, dan habitatnya, karena
metode amat ditentukan oleh jenis spesies dan habitatnya.
a.
Tangkap
Tangan
Pengumpulan boga bahari dengan tangan
dimungkinkan seperti mengambil kerang atau kelp dari pantai, menggali, bahkan
mengejar kepiting. Awal sejarah penangkapan hewan laut dengan tangan dilakukan
sejak tahun 300 ribu tahun yang lalu di situs Terra Amata di Prancis, dilakukan
oleh manusia purba sebelum Homo sapien.
b.
Menggunakan
Tombak
Penombakan ikan adalah metode kuno
penangkapan ikan dengan menggunakan tombak atau varian lainnya seperti harpoon,
trident, dan panah. Beberapa varian alat yang telah maju menggunakan berbagai
cara untuk menggerakkan tombak, seperti penggunaan pegas dan bubuk mesiu.
c.
Menggunakan
Jaring
Jaring ikan adalah jaring yang dibuat dengan
cara menyulam atau menganyam benang tipis hingga membentuk jaring-jaring.
Penjaringan adalah prinsip utama penangkapan ikan komersial. Penjaringan ikan
memiliki dampak ekologis yang berbahaya ketika seluruh atau sebagian dari
jaring hilang di laut dan menjadi jaring hantu. Jaring hantu akan melayang di
perairan mengikuti arus air dan memerangkap satwa laut, atau dimakan satwa laut
yang besar karena terlihat seperti ubur-ubur dan mengganggu sistem
pencernaannya. Jika jaring ikan terbuat dari plastik, jaring itu akan bertahan
di laut selama ratusan tahun. Beberapa metode menggunakan jaring diantaranya:
a)
Metode
Jaring Lempar
b)
Metode
Jaring Hanyut
c)
Metode
Jaring Insang
d)
Metode
Jaring Pukat
d.
Jebakan
Ikan
Jebakan ikan berkembang secara independen di
berbagai budaya yang memiliki bentuk yang bervariasi. Umumnya ada dua jenis
jebakan, yaitu permanen dan semi permanen. Jebakan ditempatkan di perairan dan
memiliki umpan untuk menaik perhatian hewan laut. Jebakan
diperiksa secara berkala untuk mengambil hewan yang terperangkap.
2.4
Pendapatan Nelayan
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
a. Faktor Sosial Ekonomi
Menurut Sujarno selain Biaya,
jumlah tenaga kerja, pengalaman, dan jarak tempuh ada tiga faktor lain yang
mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan yaitu,
·
Teknologi
Teknologi
terkait dengan peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan
adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan mesin, jaring dan pancing.
Peralatan atau Biaya nelayan adalah nilai dari peralatan yang digunakan seperti
harga perahu, harga peralatan penangkapan ikan, dan bahan makanan yang dibawa
melaut dan yang ditinggalkan dirumah. Ini merupakan input bagi nelayan dalam
melaut (menangkap ikan). Selain itu jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam
melaut.
·
Sosial Ekonomi
Beberapa
faktor sosial ekonomi adalah usia, pendidikan, pengalaman, peralatan,
keikutsertaan dalam organisasi nelayan, dan musim. Usia mempengaruhi pendapatan
nelayan karena seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas yang dapat disebut
nelayan. Pendidikan yang ditempuh nelayan juga menjadi faktor yang berpengaruh
terhadap pendapatan nelayan. Pengalaman menentukan keterampilan nelayan dalam
melaut, semakin terampil nelayan maka hasil tangkapan cenderung semakin baik.
Faktor kepemilikan peralatan yang digunakan nelayan apakah nelayan memiliki
peralatan sendiri atau tidak. Apabila nelayan tidak memiliki peralatan sendiri
dan hanya menerima gaji, maka dikatakan buruh nelayan. Keberadaan organisasi
dan keikutsertaan nelayan dalam organisasi diharapkan dapat memberi dampak positif
bagi pendapatan nelayan.
·
Tata Niaga
Ikan
adalah komoditi yang mudah rusak, jadi proses penyimpanannya harus baik.
Kualitas ikan mempengaruhi harga jual ikan di pasaran. Jadi dilihat nilai
efisiensi penggunaan tata niaga perikanan tersebut, semakin baik dan efisien
tata niaga perikanan tersebut, berarti semakin baik pula harganya.
b.
Faktor Alam
Menurut
Fauzi (2010), selain over eksploitasi dan maraknya IUU (Illegal, Unreported,
Unregulated) fishing, sektor perikanan mengalami masalah yang cukup serius terkait
dengan perubahan iklim dan dampaknya terhadap keberlanjutan usaha perikanan
tangkap maupun budidaya. Setidaknya ada dua fenomena ekstrem terhadap lautan
akibat perubahan iklim global yakni kenaikan suhu air laut dan permukaan laut.
Kenaikan suhu air laut mempengaruhi ekosistem terumbu karang yang menjadi
tempat penangkapan dan pembibitan ikan yang hidup di wilayah itu. Ikan-ikan
yang hidup di daerah karang akan mengalami penurunan populasi. Sementara itu,
kenaikan permukaan air laut berdampak luas terhadap aktivitas nelayan tambak di
wilayah pesisir. Pengaruh cuaca ekstrem yang ditandai dengan curah hujan yang
tinggi menyebabkan kadar keasaman air laut menurun. Sehingga wilayah
penangkapan semakin jauh dan tidak terjangkau oleh nelayan kecil yang hanya menggunakan
perahu tradisonal. Selain itu, gelombang tinggi dan angin kencang menyebabkan
nelayan tidak dapat melaut.[7]
(skripsi Shifa Nurul Fauzia, mahasiswi ipb, tahun 2011, hal. 20
c.
Faktor Tenaga
Kerja
Dalam menjalankan aktivitas
melautnya, para nelayan tentu tidak bisa bekerja sendiri karena akan mengalami
kesulitan ketika hendak menebar jaring ataupun memasang alat tangkap lain yang
mereka gunakan. Tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung dengan kapasitas kapal
motor yang dioperasikan. Akan lebih baik jika semakin sedikit tenaga kerja yang
diperlukan namun aktivitas melaut dapat berjalan efektif, sehingga pendapatan
perorangannya akan lebih besar dan produksi ikannya meningkat.
d.
Faktor Jarak
Tempuh Melaut
Setidaknya
ada tiga pola penangkapan ikan yang lazim dilakukan oleh nelayan. Pertama
adalah pola penangkapan lebih dari satu hari. Penangkapan ikan seperti ini
merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Kedua adalah pola penangkapan ikan
satu hari. Penangkapan ikan seperti ini biasanya dikelompokkan juga sebagai
penangkapan ikan lepas pantai. Ketiga pola penangkapan ikan tengah hari.
Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan dekat pantai. Umumnya
mereka berangkat sekitar dini hari dan kembali mendarat pagi harinya . Pada
umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam waktu yang lebih
lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan mempunyai lebih banyak
kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak dan tentu
memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat
pantai.
e.
Faktor Pengalaman
Nelayan
sudah melakukan aktivitas melautnya selama berpuluh-puluh tahun tentu memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak. Jika telah terbiasa mengalami
kesulitan saat melaut, kedepannya kendala apapun bisa dengan cepat diatasi. Ini
tentu menguntungkan bagi nelayan yang berpengalaman karena pengetahuan mengenai
teknik penangkapan ikan yang efektif sangat berguna dalam aktifitas melautnya.
Selain itu kendala melaut yang cepat diatasi memberikan waktu melaut para
nelayan yang berpengalaman lebih
lama.[8]
BAB III
Metode Penelitian
3.1
Lenyapnya
Keindahan Terumbu Karang karena Bom Ikan
Lenyapnya Keindahan Terumbu Karang karena Bom
Ikan
Selasa, 28 Oktober 2014 | 14:21 WIB
KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty
Pantai Desa Latu, Kecamatan Amalatu,
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku. Suasana pantai desa Latu Kecamatan
Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku. Kondisi pantai ini kini
sangat memprihatinkan karena terumbu karang yang ada di pantai tersebut rusak
akibat penggunaan bom ikan.
AMBON, KOMPAS.com - Lingkungan ekosistem laut
dan keindahan terumbu karang (coral reefs) yang ada di Desa Latu Kecamatan
Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku terancam punah.
Beberapa tahun lalu, masyarakat di desa
tersebut masih dapat menyaksikan dan menikmati indahnya terumbu karang didasar
laut pesisir pantai di desa itu kini pemandangan tersebut tidak lagi dijumpai.
Dulu warga bisa menyaksikan indahnya pesona
laut di desa itu dengan jelas saat berada di atas perahu maupun saat menyelam
ke dasar laut namun seiring berjalannya waktu pemandangan seperti itu kini tak
dapat disaksikan lagi akibat rusaknya terumbu karang yang ada di pantai di desa
itu.
Berbagai jenis terumbu karang yang biasanya
menghiasi pemandangan dasar laut di pantai tersebut kini tak terlihat seperti
sedia kala.
Bom ikan
Kerusakan terumbu karang semakin parah sejak
beberapa tahun terakhir setelah warga mulai menggunakan bom untuk mendapatkan
ikan untuk keperluan hidup.
Memang penggunaan bahan peledak untuk sekedar
menangkap ikan tidak dilakukan warga setiap hari di desa tersebut, warga hanya
menggunakan bom untuk menangkap ikan saat waktu-waktu tertentu.
Awalnya, penggunaan bahan peledak ini
dilakukan secara terang-terangan, namun belakangan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi karena adanya larangan dari polisi dan pemerintah desa
setempat.
Menurut Raja (Kepala Desa) Negeri Latu,
biasanya penggunaan bom untuk menangkap ikan oleh warga dilakukan saat ada
hajatan tertentu misalnya saat ada warga yang meninggal, dan acara kawinan.
Pada dua hajatan itu, warga selalu menggunakan bom untuk mengambil ikan dan
biasanya itu dilakukan atas permintaan warga yang punya hajatan.
“Biasanya itu dilakukan saat ada hajatan
warga seperti ada acara tahlilan warga yang meninggal, dan hajatan lainnya,”
kata Ridwan, pekan lalu.
Pemerintah desa setempat bukannya tidak
peduli terhadap masalah tersebut, berulang kali larangan kepada warga untuk
tidak menggunakan bahan peledak disampaikan melalui pengumuman dan sosialisasi
ke masyarakat namun penggunaan bom masih saja ada.
Menurut Ridwan, warga bukannya tidak tahu
dengan dampak buruk dari penggunaan bahan peledak terhadap ekosistem laut dan
terumbu karang, namun kurangnya kesadaran warga atas bahaya tersebut
menyebabkan penggunaan bahan peledak masih terus terjadi. Padahal dampak lain
yang juga dapat ditimbulkan selain kerusakan lingkungan adalah keselamatan
warga itu sendiri.
Terkait maraknya penggunaan bahan peledak
oleh warga, pemerintah desa beberapa kali juga telah berkoordinasi dengan
aparat kepolisian setempat untuk mengatasi masalah tersebut, namun kurangnya
ketegasan aparat kepolisian dalam menegakan aturan menyebabkan penggunaan bahan
peledak ini sulit diberantas.
“Kita selalu koordinasi dengan aparat
kepolisian tapi memeng butuh ketegasan untuk mengatasi itu, saya menilai aparat
belum tegas. Tugas kita melarang dan memberikan pemahaman ke masyarakat dan
tugas aparat tentunya menegakan aturan,” ujarnya.
Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan
juga dirasakan dampaknya oleh para nelayan di desa Latu, jika beberapa tahun
silam nelayan dapat dengan mudah menangkap ikan di depan pantai desa tersebut,
kini hal itu sulit dilakukan.
Nelayan mengeluh
Menurut Ibrahim Patty, salah satu nelayan
setempat, populasi ikan di pantai desa itu kini berkurang sehingga para nelayan
sulit mendapatkan ikan. Menurut Ibrahim, penggunaan bahan peledak untuk
menangkap ikan di desa Latu mulai dilakukan warga setelah konflik kemanusiaan
tahun 1999 berkecamuk di Maluku. dan dampaknya mulai dirasakan warga setelah
populasi ikan di pantai desa tersebut berkurang lantaran terumbu karang yang
dijadikan tempat bermain ikan kondoisinya rusak parah.
“Dulu kita bisa mendapatkan ikan dengan mudah
di laut depan desa tapi saat ini kita harus menangkap ikan jauh dari kampung,
itu karena tempat ikan bermain di karang-karang sudah rusak semua,” katanya.
Para nelayan mengaku kerusakan yang
ditimbulkan oleh penggunaan bahan peledak di desanya memang sangat parah.
Saking parahnya kini berbagai jenis terumbu karang yang ada di depan pantai
desa tersebut terancam punah. Sebagian besar terumbu karang dalam kondisi yang
sangat memprihatinkan.
“Kalau dulu itu banyak karang yang indah,
tapi sekarang ini sudah rusak sebagian lagi kondisinya sangat parah, kita bisa
melihatnya saat menyelam,” ungkap Hafid.
Untuk melancarkan aksinya, warga biasanya
menggunakan perahu dan dengan posisi berdiri warga lalu memantau pergerakan
kerumunan ikan di laut, jika sudah terlihat warga yang bertugas melempar bom
segera membakar sumbu dan langsung menjatuhkannya kearah kerumunan ikan.
“Setahu saya, bom yang digunakan itu ada yang
menggunakan TNT, tapi ada juga yang menggunakan bahan belerang, dan biasanya
dimasukan kedalam kemasan botol minuman dan dipasang sumbu,” katanya.
Peringatan bahaya
Menanggapi persoalan tersebut, Peneliti
Lingkungan Laut dari Universitas Pattimura Ambon, Prof. Dr. Abraham S. Khouw
menjelaskan bahwa penggunaan bom ikan baik dalam jangka waktu yang tidak
menentu maupun secara masif akan berdampak buruk bagi ekosistem laut berupa
terumbu karang, serta berbagai jenis spesis laut lainnya yang ada di perairan
desa tersebut.
Penggunaan bahan peledak secara otomatis akan
merusak habitat lingkungan laut dan berbagai jenis terumbu karang yang menjadi
sumber kehidupan mahluk laut berupa ikan dan jenis biota laut lainnya dalam
jangka waktu yang sangat lama.
“Mau setiap saat atau tidak setiap saat
dampaknya itu tetap sama karena daya rusaknya tu sangat masif. Kita tidak tahu
apakah ikan ini sedang bertelur atau tidak pkoknya semuanya hancur,” ujarnya.
Menurut Khouw, dampak penggunaan bom sangat
mengancam habitat laut khususnya terumbu karang dan sepsis mahluk laut lainnya.
Dan untuk memulihkan semua itu sangat membutuhkan waktu yang sangat lama itupun
terganung kondisi habitat laut yang mengalami kerusakan.
“Kalau karang itu butuh ratusan tahun baru
bisa kembali, itupun tergantung kalau misalnya di ledakan terus mana bisa bisa
kembali,” tuturnya.
Atas kondisi itu, dia berharap agar
pemerintah desa setempat dapat terus meningkatkan kesadaran di masyarakat.
Selain itu, polisi sebagai aparat penegak hukum juga harus dapat menjalankan
tugasnya sesuai aturan yang berlaku untuk menindak para pelaku.
“Kalau saya aparat harus tegakkan aturan dan
untuk pemerintah desa setempat harus terus memberikan penyadaran kepada
warganya. Sangat bagus lagi kalau ada peraturan desa untuk mengatur masalah
itu,” ujarnya.
Hal senada disampaikan peneliti dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan dan Penelitian (LIPI) Maluku Yumita Tapilatu mengatakan
penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan akan sangat membahayakan
ekosistem laut khususnya pada terumbu karang.
”Penggunaan bom ikan memang sangat berbahaya
sekali terhadap kehidupan terumbu karang,” ujarnya.
Menurut Yumita, penggunaan bahan peledak
secara berlebihan akan menyebabka kerusakan parah pada habitat laut dan
terumbuh karang, dampak lainnya berbagai sepsis laut juga akan terancam
kehidupannya.
”Karena terjadi kerusakan pada lingkungannya
itu, dan itu sangat membahayakan sekali,” ungkapnya.
Terkait masalah tersebut, Kapolsek Amalatu
Ipda A.P Siwarissa mengaku telah berkoordinasi dengan aparat desa setempat.
Pihaknya juga beberapa kali menggelar operasi penertiban dengan terus memantau
kawasan pantai yang selalu dijadikan tempat menangkap ikan dengan bom.
“Selain operasi pantai, kita juga terus
memantau upaya penangkapan ikan dengan cara tersebut. yang jelas koordinasi
selalu dilakukan dengan pemerintah desa dan pendekatan juga dilakukan dengan
masyarakat untuk memberikan pemahaman,” ungkapnya.
Penulis: Kontributor Ambon, Rahmat Rahman
Patty
Editor: Caroline Damanik
3.2
Sebab
Dari berita di atas dapat diketahui bahwa
sebab nelayan menggunakan bom ikan karena ikan yang biasanya mudah di tangkap
di dekat pantai kin imejadi sulit ditangkap menjadikan nelayan memutar
otak bagaimana mengambil ikan dengan
cara yang cepat dan efisien yaitu dengan menggunakaan bom ikan. Jika dengan
pukat harimau nelayan diprotes karena pukat harimau merusak ekosistem maka para
pengambil ikan tesebut menggunakan bom ikan agar tidak terlihat bekasnya.
Padahal penggunaan bom ikan bersifat masif yaitu berkelnajutan. Dengan demikian
penyebab yang dikatakan dengan tujuan yang lain aseperti diadakan acara hajatan
maka, di berikan lah bom ikan agar ikan mudah didapat.
3.3
Akibat
Akibat yang diambil dari pengambilan ikan
dengan bom ikan yaitu membuat, semua yang ada di dalam ekosistem laut menjadi
mati dan tidak dapat tumbuh lagi. Banyak ikan yang sedang bertelur, dan
telurnya pun akhirnya mati. Banyak ikan-ikan kecil yang baru hidup beberapa
hari saja sudah naas di tangan para nelayan. Serta kelestarian tempat ikan
hidup yaitu pada termbu karang juga menjadi mati dan tidak lagi indah untuk dinimkati
pengunjung serta tidak nyaman lagi untuk digunakan sebagai tempat tinggal
ikan-ikan tersebut. Maka nelayan pun sulit mendapatkan ikan dari laut, karena mereka
secara tidak langsung telah membunuh ratusan ikan untuk tabungan mereka di masa
depan dengan mengorbankan semuanya demi keuntungan sebesar-besarnya dan dengan
cara yang mudah. Padahal jika dilihat dengan ketidakberadaan terumbu karang
akan menyulitkan nelayan untuk mencari ikan di kemudian hari.
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
a. Cara untuk menghentikan kerusakan pada laut
yang disebabkan oleh ulah manusia
Ada beberapa cara yang tidak illegal yang digunakan
untuk menangkap ikan. Agar tidak merusak ekosistem dan juga menjaga kelestarian
ikan –ikan dan anggota laut lainnya.
1. Metode tangkap tangan (Noodling)
Noodling adalah cara
memancing ikan dengan menggunakan tangan dengan menaruh tangan ke dalam lubang
ikan maka, ikan pun akan tertangkap. Metode Noodling merupakan metode
konvensional yang digunakan tanpa menggunakan umpan, batang & reel,
speargun, dll.
Akan tetapi cara ini
anda harus berlatih beberapa kali agar mahir dalam menerapkan metode ini. Dalam
prinsipnya ialah kita harus menggiring ikan tersebut terlebih dahulu ke tempat
yang banyak rumputannya. Lalu gunakan kedua tangan untuk memaksa ikan tersebut
agar posisinya semakin terpojok, setelah itu maka akan terlihat berada di atas
tangan , segeralah angkat tangan lalu tutup dengan erat.
2. Memanfaatkan racun tanaman
Tanaman di
daerah-daerah yang dekat dengan laut yaitu dinamakan tanaman jeru . Jeru
merupakan tanaman yang merambat cukup liar di hutan. Tanaman ini mengandung
racun yang cukup ampuh digunakan kepada ikan-ikan yang terkena racun ini maka
akan langsung mengalami pusing, lemah, bahkan sampai tidak sadarkan diri.
Dalam hal menggunakan teknik ini hanya bersifat alami jadi
tenang saja, pada racun dari tanaman tersebut tidak dapat merusak lingkungan
sebab khasiatnya hanya bertahan sementara saja. Pada ikan yang teracuni pun
tidak sampai kelewat mati. Untuk cara menggunakan atau mengaplikasikannya anda
hanya perlu menumbuk tanaman tersebut terlebih dahulu lalu menaburkannya ke
perairan yang akan dincarnya.
3. Mengandalkan Panah Kecil (Mecok)
Mengandalkan
panah kecil atau disebut juga dengan Mecok. Mecok ini merupakan mencari ikan
dengan menggunakan panah kecil, untuk kara mecok ini sebutan dari daerah Aceh
untuk menangkap ikan dengan teknik ini. “senjata rakitan” yang dibuat dari
sebuah kayu yang dipasang karet sebagai pelontarnya. Sedangkan untuk pelurunya
biasanya dari sebuah bahan jeruji sepeda bekas. Dalam mengunakan tekni ini
orang tersebut harus menyelam untuk menembak sasaranya yang akan diincarnya.
4. Menggunakan Pancing
Dalam
memancing ikan sudah menjadi keahlian tersendiri yang di miliki oleh masyarakat
sejak dahulu. Hanya saja mereka masih menggunakan peralatan pancing yang
sederhana. Untuk pola penerapannya pun belum ada teknik-teknik tertentu.
Biasanya joran yang akan dipakai atau digunakan berupa sebuah bilah-bilah dari
bambu yang dilengkapi kenur sebagai line-nya. Untuk alat pancing ini
selanjutnya ditancapkan di bibir sungai dalam jumlah yang cukup banyak untuk
diambil keesokan harinya.
5. Menggunakan Tombak
Dalam menangkap ikan yang satu ini menggunakan sebuah tombak.
Yang terdiri dari batang (kayu bambu) dengan ujungnya berkait balik (mata
tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Yang pada tali
penariknya dipegang oleh nelayan kemudian setelah tombak tersebut mengenai
sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil hasil tangkapannya.[9]
b.
Cara untuk memaksimalkan produktivitas ikan di laut yang sudah
tercemar lingkungan
1.
Meningkatkan
pendayagunaan potensi laut dan dasar laut.
Peningkatan pendayagunaan potensi yang ada di
lingkungan laut,baik luar maupun dalam laut. Misalnya dalam pendayagunaan
lingkungan laut sebagai pariwisata,budidaya rumput laut, maupun budidaya ikan.
Dimana dalam peningkatan ini peran pemerintah juga harus diikutsertakan dalam
proses pendayagunan laut ini, seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Repubik Indonsia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan yaitu dalam
BAB IV Pasal 8 Ayat 1 dan Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2.
2.
Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan.
Penangkapan ikan sebagai cara mencari nafkah para nelayan
ataupun untuk indutri perikanan dapat diperbolehkan. Asal cadangan ikan yang
mereka tangkap tidak dalam keadaan punah, sedangkan untuk ikan yang belum
mencapai besar tertentu, harus dilepaskan kembali ke dalam laut, yang telah
diatur dalam Undang-Undang
Repubik Indonsia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan yaitu dalam
BAB III Pasal 5 dan Pasal 6. Penataan dan perlindungan daerah tangkapan ikan
nelayan lokal, penataan dan pengendalian penambangan pasir pantai.
3.
Mengembangkan
potensi industri kelautan.
Pengendalian pencemaran oleh industri, hendaknya
bersifat bahwa jumlah bahan yang mengakibatkan polusi tidak harus berbahaya dan
tidak mengganggu keberadaan biota laut. Oleh karena itu, buangan limbah sebelum
dialirkanke sungai ataupun perairan perlu teknik pengolahan imbah sesuai dengan
yang ditentukan. Hasil sampah yang berasal dari kegiatan manusia harus di kurangi dan didorong untuk
mendaur ulang kotoran maupun limbah lain. Bahkan, kalau perlu melarang
pembuangan semua limbah ke lingkungan laut.
4.
Mempertahankan
daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut.
Penanggulangan kerusakan tersebut,sdiharapkan warga yang ada di daerah pesisir laut
untuk dapat mempertahankan aset-aset yang terdapat dalam lingkungan laut
tersebut, menyadari akan kepentingan laut dan ekosistemnya yaitu sebagai sumber
hayati, meletarikan kemampuan alam untuk menjadikan sumber mata pencaharian
penduduk sekitar laut sehingga menadikan suatu kesejahteraan masyarakatnya.
Namun solusi diatas
dapat terjadi jika semua pihak yang terlibat baik itu dari pihak
pemerintah dan warga masyarakat dapat
bekerjasama. Diharapkan dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat, maka negeri maritim yang sejahtera akan segera terwujud dan hal
seperti itu juga diharapkan dapat menanggulangi kerusakan - kerusakan ekosistem
laut di seluruh Indonesia saat ini dan seterusnya.[10]
c. Dampak kerusakan laut terhadap produktivitas
ikan dan pendapatan nelayan
Menurut data
Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI 2009 saja, tercatat kalau luas terumbu
karang Indonesia 70.000 kilo meter persegi yang masih dalam kondisi sangat baik
hanya 5,5 persennya saja. Hal itu menunjukkan penurunan yang signifikan dari
2000 lalu yang mana pada tahun itu terumbu karang yang kondisinya sangat baik
mencapai 6,2 persen. Data LIPI 2009 juga menyebutkan kalau terumbu karang yang
kondisinya baik mencapai 26 persen, cukup baik 37 persen dan yang sudah
mengalami kehancuran sebanyak 31,5 persen. Kenyataan itulah yang nampak saat
ini dan diprediksikan bakal akan terjadi lagi kerusakan-kerusakan pada terumbu
karang ke depannya.
Berikut adalah dampak dari kerusakan laut terhadap
kaum nelayan
1.
Saat air laut
tercemar oleh sisa bekas bom ikan maka nelayan tidak dapat melaut karena ikan
yang didapatkan hanya akan sedikit.
2.
Air laut menjadi
tidak bening sehingga sulit untuk mencari hasil tanggkapan
3.
Merusak ekosistem
laut yang mengakibatkan sulit untuk mencari tempat utuk bertani rumput laut
atau biota laut.
4.
Pencemaran
mengancam keberadaan sumber daya alam seperti berbagai jeni ikan, kerang,
udang, rumput laut, bakau, terumbu karang, dan mamalia laut.
5.
Membunuh
ekosistem laut.
6.
Rusaknya laut
tidak hanya berdampak terhadap berkurangnya devisa dari sektor perikanan, juga
pariwisata.[11]
\
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Laut merupakan salah satu ekosistem yang
banyak menguntungkan bagi manusia, jika kita menggunakannya dengan baik.
Ekosistem laut berupa ekosistem pantai, ekosistem astuari, dan ekosistem
terumbu karang. Ekosistem diatas saling berkaitan satu sama lain. Hanya saja
jika salah satu rusak maka ekosistem yang lain akan menjadi tidak berfungi
dengan baik. Ekosistem yang biasannya menjadi tempat tinggal bagi ikan-ikan
yaitu ekosistem terumbu karang.
Nelayan biasanya menggunakan cara illegal
untuk mendapatkan banyak ikan dengan cara yang cepat. Akan tetapi tidak
memikirkan dampak selanjutnya. Hanya saja karena kurangnya pengetahuan yang
luas berdampak pada rusaknya ekosistem ini. Akibat yang dihasilkan dari
pengambilan ikan melakukan illegal fishing adalah pencemaran air laut yang akan
mengakibatkan matinya ikan dan merusak terumbu karang. Tempat tinggal ikan
kecil mengakibatkan ikan tidak mempunyai tempat tinggal. Wisatawan menjadi
berkurang diakibatkan keruhnya keindahan bawah laut. Kemudian pendapatan
nelayan akan menurun seiring dengan berjalannya waktu .
Ada banyak cara untuk mengambil ikan tanpa
merusak ekosistem. Diantaranya dengan menggunakan tangan, menggunakan racun
tanaman, menggunakan panah kecil atau mecok, mengunakan pancing, lalu
menggunakan tombak, memang cara diatas akan membutuhkan waktu yang lama untuk
memperoleh ikan yang banyak. Akan tetapi kemungkinan kita merusak alam sangat
kecil karena semua bukan merupakan cara yang instan. Dengan begitu pendapatan
nelayan pun akan menetap dan tidak menurun dan petani terumbu karangpun akan
tentram pendapatannya.
5.2. Saran
Saran saya selaku penulis yaitu masih banyak
cara yang aman digunakan untuk mengambil ikan di laut yaitu dengan menggunakan
metode tangkap tangan (Nooding), memanfaatkan racun tanaman, mengandalkan panah
kecil, menggunakan pancing, menggunakan tombak. Namun bukan jaring seperti
pukat harimau, atau pukat cincin terlebih bom ikan yang bisa berdampak pada
kerusakan ekosistem laut yaitu dengan mematikan terumbu karang maka kita juga
seperti mematikan tempat tinggal ikan untuk tumbuh. Kemudian larangan keras
pemerintah pada pelaku illegal fishing perlu ditegakkan, agar rasa sungkan
untuk melakukan illegal fishing bisa diantisipasi dengan ketegasan dan berujung
dengan pentaatan kepada aturan.
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekosistem_laut
http://www.bppp-tegal.com/web/index.php/artikel/konservasi/518-permasalahan-kerusakan-ekosistem-laut
http://www.dosenpendidikan.com/13-faktor-penyebab-kerusakan-laut-serta-penjelasannya/
http://umbuhamadoku.blogspot.co.id/2013/04/menaksir-produktivitas-perikanan.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Metode_penangkapan_ikan
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53200/10/H11snf.pdf&ved=0ahUKEwioyJWYosjXAhXBRo8KHZ02ANoQFggoMAE&usg=AOvVaw2jf98HjZeaP170be5l1fiQ
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di ...
repository.ipb.ac.id › handle
https://yitnostar.wordpress.com/2012/11/13/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pendapatan-nelayan/
analisis pendapatan dan pola konsumsi masyarakat nelayan desa - Neliti
PDFhttps://media.neliti.com › publications
https://www.slideshare.net/Yohananda/upload-42502665
http://pkspl.ipb.ac.id/berita-cara-mengatasi-kerusakan-laut.html#ixzz4JeavtGy6
Lampiran
Nama :
Tifany Anggraeni Putri Solihat
Tempat/Tanggal Lahir : Karawang, 04 November 1999
Jenis Kelamin :
Perempuan
Agama :
Islam
Alamat :
Perumahan Mustika Prakarsa Blok B2/16, Desa
Cibalongsari, Kec. Klari, Kab. Karawang
Nomor Telepon :
085310245730
Riwayat Pendidikan :
§ TK Bintang Annisa
§ MI Al-Ianah Kosambi
§ SMPN 1 Klari
§ SMA Negeri 1 Karawang
Data Orang Tua
Nama Ayah :
Dadang Solihin
Tempat/Tanggal Lahir : Karawang, 13 Juni 1970
Pekerjaan :
Karyawan Swasta
Agama :
Islam
Alamat :
Perumahan Mustika Prakarsa Blok B2/16, Desa
Cibalongsari, Kec. Klari, Kab. Karawang
Nama Ibu :
Oyok Salamah
Tempat/Tanggal Lahir : Karawang, 12 Desember 1970
Pekerjaan :
Guru PNS
Agama :
Islam
Alamat :
Perumahan Mustika Prakarsa Blok B2/16, Desa
Cibalongsari, Kec. Klari, Kab. Karawang
Nama :
Hanisa Awaliyah Muhidin
Tempat/Tanggal
Lahir : Karawang, 27 Juni
2000
Jenis
Kelamin :
Perempuan
Agama :
Islam
Alamat :
Perumahan Bintang Alam blok B3/12 RT/RW 36/11, Kec. Teluk Jambe
Timur, Kab. Karawang
Nomor
Telepon :
088210737802
Riwayat
Pendidikan :
o
TK Darul Hikmah
o
SDIT Lampu Iman
o
SMPIT Mentari Ilmu
o
SMA Negeri 1 Karawang
Data
Orang Tua
Nama Ayah : Engkus Muhidin
Tempat/Tanggal Lahir : Karawang, 11 Juni 1973
Pekerjaan : Karyawan
Swasta
Agama :
Islam
Alamat :
Bintang Alam blok B3/12 RT/RW 36/11, Kec. Teluk
Jambe Timur, Kab.
Karawang
Nama Ibu : Hilasari
Tempat/Tanggal Lahir :
Karawang, 25 Juni
1976
Pekerjaan :
Karyawan Swasta
Agama :
Islam
Alamat :
Bintang Alam blok B3/12 RT/RW 36/11, Kec. Teluk Jambe Timur,
Kab. Karawang
BERITA UTAMA
Lenyapnya Keindahan Terumbu Karang karena Bom
Ikan
Selasa, 28 Oktober 2014 | 14:21 WIB
KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty
Pantai Desa Latu, Kecamatan Amalatu,
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku. Suasana pantai desa Latu Kecamatan
Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku. Kondisi pantai ini kini
sangat memprihatinkan karena terumbu karang yang ada di pantai tersebut rusak
akibat penggunaan bom ikan.
AMBON, KOMPAS.com - Lingkungan ekosistem laut
dan keindahan terumbu karang (coral reefs) yang ada di Desa Latu Kecamatan
Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku terancam punah.
Beberapa tahun lalu, masyarakat di desa
tersebut masih dapat menyaksikan dan menikmati indahnya terumbu karang didasar
laut pesisir pantai di desa itu kini pemandangan tersebut tidak lagi dijumpai.
Dulu warga bisa menyaksikan indahnya pesona
laut di desa itu dengan jelas saat berada di atas perahu maupun saat menyelam
ke dasar laut namun seiring berjalannya waktu pemandangan seperti itu kini tak
dapat disaksikan lagi akibat rusaknya terumbu karang yang ada di pantai di desa
itu.
Berbagai jenis terumbu karang yang biasanya
menghiasi pemandangan dasar laut di pantai tersebut kini tak terlihat seperti
sedia kala.
Bom ikan
Kerusakan terumbu karang semakin parah sejak
beberapa tahun terakhir setelah warga mulai menggunakan bom untuk mendapatkan
ikan untuk keperluan hidup.
Memang penggunaan bahan peledak untuk sekedar
menangkap ikan tidak dilakukan warga setiap hari di desa tersebut, warga hanya
menggunakan bom untuk menangkap ikan saat waktu-waktu tertentu.
Awalnya, penggunaan bahan peledak ini
dilakukan secara terang-terangan, namun belakangan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi karena adanya larangan dari polisi dan pemerintah desa
setempat.
Menurut Raja (Kepala Desa) Negeri Latu,
biasanya penggunaan bom untuk menangkap ikan oleh warga dilakukan saat ada hajatan
tertentu misalnya saat ada warga yang meninggal, dan acara kawinan. Pada dua
hajatan itu, warga selalu menggunakan bom untuk mengambil ikan dan biasanya itu
dilakukan atas permintaan warga yang punya hajatan.
“Biasanya itu dilakukan saat ada hajatan
warga seperti ada acara tahlilan warga yang meninggal, dan hajatan lainnya,”
kata Ridwan, pekan lalu.
Pemerintah desa setempat bukannya tidak
peduli terhadap masalah tersebut, berulang kali larangan kepada warga untuk
tidak menggunakan bahan peledak disampaikan melalui pengumuman dan sosialisasi
ke masyarakat namun penggunaan bom masih saja ada.
Menurut Ridwan, warga bukannya tidak tahu
dengan dampak buruk dari penggunaan bahan peledak terhadap ekosistem laut dan
terumbu karang, namun kurangnya kesadaran warga atas bahaya tersebut
menyebabkan penggunaan bahan peledak masih terus terjadi. Padahal dampak lain
yang juga dapat ditimbulkan selain kerusakan lingkungan adalah keselamatan
warga itu sendiri.
Terkait maraknya penggunaan bahan peledak
oleh warga, pemerintah desa beberapa kali juga telah berkoordinasi dengan
aparat kepolisian setempat untuk mengatasi masalah tersebut, namun kurangnya
ketegasan aparat kepolisian dalam menegakan aturan menyebabkan penggunaan bahan
peledak ini sulit diberantas.
“Kita selalu koordinasi dengan aparat
kepolisian tapi memeng butuh ketegasan untuk mengatasi itu, saya menilai aparat
belum tegas. Tugas kita melarang dan memberikan pemahaman ke masyarakat dan
tugas aparat tentunya menegakan aturan,” ujarnya.
Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan
juga dirasakan dampaknya oleh para nelayan di desa Latu, jika beberapa tahun
silam nelayan dapat dengan mudah menangkap ikan di depan pantai desa tersebut,
kini hal itu sulit dilakukan.
Nelayan mengeluh
Menurut Ibrahim Patty, salah satu nelayan
setempat, populasi ikan di pantai desa itu kini berkurang sehingga para nelayan
sulit mendapatkan ikan. Menurut Ibrahim, penggunaan bahan peledak untuk
menangkap ikan di desa Latu mulai dilakukan warga setelah konflik kemanusiaan
tahun 1999 berkecamuk di Maluku. dan dampaknya mulai dirasakan warga setelah
populasi ikan di pantai desa tersebut berkurang lantaran terumbu karang yang
dijadikan tempat bermain ikan kondoisinya rusak parah.
“Dulu kita bisa mendapatkan ikan dengan mudah
di laut depan desa tapi saat ini kita harus menangkap ikan jauh dari kampung,
itu karena tempat ikan bermain di karang-karang sudah rusak semua,” katanya.
Para nelayan mengaku kerusakan yang
ditimbulkan oleh penggunaan bahan peledak di desanya memang sangat parah.
Saking parahnya kini berbagai jenis terumbu karang yang ada di depan pantai
desa tersebut terancam punah. Sebagian besar terumbu karang dalam kondisi yang
sangat memprihatinkan.
“Kalau dulu itu banyak karang yang indah,
tapi sekarang ini sudah rusak sebagian lagi kondisinya sangat parah, kita bisa
melihatnya saat menyelam,” ungkap Hafid.
Untuk melancarkan aksinya, warga biasanya
menggunakan perahu dan dengan posisi berdiri warga lalu memantau pergerakan
kerumunan ikan di laut, jika sudah terlihat warga yang bertugas melempar bom
segera membakar sumbu dan langsung menjatuhkannya kearah kerumunan ikan.
“Setahu saya, bom yang digunakan itu ada yang
menggunakan TNT, tapi ada juga yang menggunakan bahan belerang, dan biasanya
dimasukan kedalam kemasan botol minuman dan dipasang sumbu,” katanya.
Peringatan bahaya
Menanggapi persoalan tersebut, Peneliti
Lingkungan Laut dari Universitas Pattimura Ambon, Prof. Dr. Abraham S. Khouw
menjelaskan bahwa penggunaan bom ikan baik dalam jangka waktu yang tidak
menentu maupun secara masif akan berdampak buruk bagi ekosistem laut berupa
terumbu karang, serta berbagai jenis spesis laut lainnya yang ada di perairan
desa tersebut.
Penggunaan bahan peledak secara otomatis akan
merusak habitat lingkungan laut dan berbagai jenis terumbu karang yang menjadi
sumber kehidupan mahluk laut berupa ikan dan jenis biota laut lainnya dalam
jangka waktu yang sangat lama.
“Mau setiap saat atau tidak setiap saat
dampaknya itu tetap sama karena daya rusaknya tu sangat masif. Kita tidak tahu
apakah ikan ini sedang bertelur atau tidak pkoknya semuanya hancur,” ujarnya.
Menurut Khouw, dampak penggunaan bom sangat
mengancam habitat laut khususnya terumbu karang dan sepsis mahluk laut lainnya.
Dan untuk memulihkan semua itu sangat membutuhkan waktu yang sangat lama itupun
terganung kondisi habitat laut yang mengalami kerusakan.
“Kalau karang itu butuh ratusan tahun baru
bisa kembali, itupun tergantung kalau misalnya di ledakan terus mana bisa bisa
kembali,” tuturnya.
Atas kondisi itu, dia berharap agar
pemerintah desa setempat dapat terus meningkatkan kesadaran di masyarakat.
Selain itu, polisi sebagai aparat penegak hukum juga harus dapat menjalankan
tugasnya sesuai aturan yang berlaku untuk menindak para pelaku.
“Kalau saya aparat harus tegakkan aturan dan
untuk pemerintah desa setempat harus terus memberikan penyadaran kepada
warganya. Sangat bagus lagi kalau ada peraturan desa untuk mengatur masalah
itu,” ujarnya.
Hal senada disampaikan peneliti dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan dan Penelitian (LIPI) Maluku Yumita Tapilatu mengatakan
penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan akan sangat membahayakan
ekosistem laut khususnya pada terumbu karang.
”Penggunaan bom ikan memang sangat berbahaya
sekali terhadap kehidupan terumbu karang,” ujarnya.
Menurut Yumita, penggunaan bahan peledak
secara berlebihan akan menyebabka kerusakan parah pada habitat laut dan
terumbuh karang, dampak lainnya berbagai sepsis laut juga akan terancam
kehidupannya.
”Karena terjadi kerusakan pada lingkungannya
itu, dan itu sangat membahayakan sekali,” ungkapnya.
Terkait masalah tersebut, Kapolsek Amalatu
Ipda A.P Siwarissa mengaku telah berkoordinasi dengan aparat desa setempat.
Pihaknya juga beberapa kali menggelar operasi penertiban dengan terus memantau
kawasan pantai yang selalu dijadikan tempat menangkap ikan dengan bom.
“Selain operasi pantai, kita juga terus
memantau upaya penangkapan ikan dengan cara tersebut. yang jelas koordinasi
selalu dilakukan dengan pemerintah desa dan pendekatan juga dilakukan dengan
masyarakat untuk memberikan pemahaman,” ungkapnya.
Penulis: Kontributor Ambon, Rahmat Rahman
Patty
Editor:
Caroline Damanik
[5]http://belajarbiologionlinemudah.blogspot.co.id/2015/04/ancamandanupayaperlindunganekosistemestuaria.html?m=1
[7] Shifa
Nurul Fauzia, skripsi: “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Nelayan” (Bogor: IPB, 2011), 20.
Komentar
Posting Komentar